Catatan Terakhir: Aku Pulang
(Episode Kasidah Cinta I)
mendendangkan lagu pulang, pada senja
yang aku tak mau menghitung lukanya
kabut terlalu cepat turun
menyusuri malam, merenggut purnama
memaksakan bingkai cerita lain, padahal
masih ingin lebih lama
menulisi prasasti dan kasidah cinta, lalu
menghunjamkan dalam pada harum tanah
di sini. Tapi
kepak lambai tangan mengusung keranda
pulang
terlalu kuat merenggut lembayung. Haruskah
tetes hujan tak berhenti mengalir
membasahi kepak lambai pulangku, agar
lembayung
tak lepas dari senja, haruskah
kupeluk dan tak kulepas lagi
sajadah panjang yang masih
mendendangkan
suara anak-anakku mengaji
hingga esok aku masih memeluk fajar di sini
Namun gerhana terlalu cepat memasung
purnama
kerongkongan terlalu tajam menyekat do'a-
do'aku
membiarkan kesempurnaan gelap malam
menghampiri pelan-pelan
menjiarahi desir angin pada jemari hujan
mencatat setiap butir air mata di keheningan
tahajud
dan merengkuh sajadah wadah anak-anakku
mengaji,
tapi aku tetap harus melangkah
membawa bayang-bayang kita masing-
masing
mengayuh biduk pada telaga kita masing-
masing
dipayungi rembulan kita masing-masing
Bandung, Januari 1995
Dimuat di majalah Ummi, no 10-VII tahun 1995, rubrik Taman Puisi, hal. 65
Tidak ada komentar:
Posting Komentar