Kamis, 30 Agustus 2018

Mufakat Firasat



Buku "Mufakat Firasat" karya Yusuf Maulana

Judul Buku : Mufakat Firasat, Penjelajahan Sejarah bagi Penghikmahan Gerakan Islam
Penulis : Yusuf Maulana
Penerbit : Muda Cendekia, Jawa Barat & Samben Library, Yogyakarta
Tahun Terbit : Maret 2017
Jumlah Halaman : xxxii+428

Mengagumkan meski agak njelimet saat pertama membacanya...:-) Itulah kesan pertama ketika selesai membaca beberapa bab buku “Mufakat Firasat” buah karya ustadz muda Yusuf Maulana. Namun setelah mencermati halaman-halaman selanjutnya... wow, luar biasa!
Mengagumkan karena luasnya materi bahasan yang disandangnya. Bayangkan, penjelajahan pikirnya merentang jauh dari jaman dinasti Abbasiyah hingga jaman Belanda berkuasa di Nusantara, dari Al-Ghazali, Ibn Khaldun sampai Copernicus pun diulas dengan lugas tanpa rasa rikuh.
Saya yang terbiasa membaca buku-buku ilmiah populer, berita-berita koran, majalah, jurnal-jurnal umum maupun penerbitan kampus dengan tulisan-tulisan lugas bertutur atau investigatif, berusaha mengerti dan mengikuti alur tulisannya. Dengan gaya bertutur yang mirip dengan tulisan Goenawan Muhamad (bekas Pemred Majalah TEMPO) dan penggunaan kata-kata atau istilah yang hanya dipahami oleh orang-orang yang sering membuka KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) dan sudah jarang digunakan oleh masyarakat umum sebagaimana yang dilakukan oleh Remy Sylado (Yapi Panda Abdiel Tambayong: penulis novel, bekas pemred Majalah musik Aktuil, dramawan, novelis dan musisi), buku ini akan memuaskan intelektualitas seseorang seiring bertambahnya pengetahuan akibat olah pikir dan olah hati si pembaca. Dan dalam taraf tertentu saya mungkin masih bisa mengerti mengapa sang penulis keukeuh mempertahankan gaya penulisan seperti itu: sepertinya sang penulis berusaha menghormati tradisi kepenulisan ilmiah para sarjana Islam di masa terdahulu yang cenderung sangat ilmiah namun juga puitis. (Ingat buku al-Adwiyat al-Qalbiyyah ("The Remedies of the Heart" atau Pengobatan Hati), sebuah buku Kedokteran karya Ibn Sina/ Avicena yang ditulis dengan gaya sajak!)
Pendalaman materinya mencengangkan mengingat dedahan penjelasnya mencakup paduan pengetahuan-pengetahuan tentang psikologi, etika, biografi tokoh/ kaum, agama, iptek, budaya, politik, ekonomi, pemerintahan untuk membahas adab dan tingkah seseorang atau kelompok pada suatu masa.
Pada akhirnya penjelajahan olah pengetahuan buku ini berujung pada sebuah kata membuat saya takjub setelah menyadarinya: “akhlak”, yang oleh Nabi Muhammad dalam sebuah hadist-nya dianggap sebagai pencapaian puncak seorang beriman (“Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling bagus akhlaknya”. HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi). Saya kira di sinilah hikmah dan makna inti buku ini. Sebagaimana ditulis sendiri oleh penulis ketika membahas tentang Ibn Sina beserta Kita al’Qanun fi al-Tibb:
“Sebab yang dicari seorang Muslim adalah hikmah, bukan idola. Dan hikmah yang dicari harus selaras dengan pedoman hidup kita : quran dan Hadist.” (hal. 181).
Jadi pembaca, saya merasa bahwa sang penulis buku tengah berusaha menawarkan solusi untuk menyelesaikan masalah-masalah di dunia kontemporer ini dengan cara peningkatan adab diri:
“Tempat terindah salah satunya adalah bilik menimba ilmu. Tempat memberadabkan diri hingga menjadi umat Muhammad sejati. Tempat terindah bisa juga bersihnya hati. Bilik hati terbebas dari iri dengki dan kesumat pada orang lain, lebih-lebih sama-sama pengikrar syahadat. Apa yang ada orang lain tak ingin dikurangi sedikit pun agar semata berpindah ke diri ini.” (hal. xviii)
Sebagai penutup, tadi sekilas ketika membaca halaman-halamannya, ingatan saya melayang pada tulisan di buku yang lain; sejilid buku yang mungkin agak kurang dikenal masyarakat. Saya pikir, ada baiknya tulisan tersebut saya kutip di sini. Dari buku yang disusun oleh bp, S.U. Bajasut dan Lukman Hakiem, “Alam Pikiran dan Jejak Perjuangan PRAWOTO MANGKUSASMITO, Ketua Umum (Terakhir) Partai Masyumi”, edisi kedua, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2014, hal. 127:


Buku S.U. Bajasut dan Lukman Hakiem, “Alam Pikiran dan Jejak Perjuangan PRAWOTO MANGKUSASMITO, Ketua Umum (Terakhir) Partai Masyumi”

Jangan Tinggalkan Tuntunan Agama
“Adapun cara-cara yang dipergunakan, dengan tidak hendak memberikan contoh satu per satu, kerap kali menimbulkan pertanyaan kepada orang-orang yang tidak mudah silau karena kemilaunya kemenangan-kemenangan yang bersifat sementara: Zjin wij wel op de geode weg? (Apakah betul kita sudah berada di jalan yang baik?)
Dipandang dari sudut partai politik yang mendasarkan perjuangannya atas kaidah-kaidah agama, perlu kita renungkan kembali apakah benar di dalam mengejar kemenangan-kemenangan yang bersifat sementara itu dapat dipertanggungjawabkan jika ditinggalkan ketentuan-ketentuan yang terang nash-nya di dalam agama? Saya yakin tidak. Jika demikian, kerusakanlah yang akan menjadi bagian kita dan tidak ada guna, malah menyesatkan perkataan agama yang kita tempelkan pada papan nama kita. Gerangan demikian yang diperingatkan oleh pujangga politikus Syekh Muhammad Abduh dengan perkataannya yang bersayap, “La’natullahi ‘ala as-siyasah (Laknat Allah atas politik).”
Marilah kita membuktikan bahwa kita dapat berpolitik dalam arti untuk menegakkan hak dan kebenaran (15 tahun kemudian perkataan “hak dan kebenaran” digunakan kembali oleh Angkatan 1966-SUB) li I’lai kalimatillah (untuk menegakkan keagungan ajaran Allah-Ed.) dalam tiap-tiap tindakan yang dilakukan.”