Rabu, 03 Oktober 2018

Cover-Art (Bagian 1)

Bicara musik Progressive Rock kurang lengkap rasanya bila tidak membahas album cover yang menjadi salah satu ciri khas era ini. Seiring dengan muncul dan berkembangnya rock-n-roll, industri rekaman mulai mewabah dengan cepat. Kebutuhan untuk mengemas piringan hitam (selanjutnya kaset dan CD, DVD dan Blue Ray) yang laik jual semakin mendesak, yang dibarengi juga kebutuhan akan disain kemasan rekaman yang menarik, unik, dan indah. Artis-artis disain cover, poster, stage pertunjukan musik muncul menjamur. Maka lahirlah era disain cover modern.
Ada beberapa nama yang erat kaitannya dengan Progrock era, antara lain: Hipgnosis, Storm Thorgerson, dan Roger Dean.

Hipgnosis dan Storm Thorgerson
Hipgnosis adalah kelompok desain seni Inggris yang berbasis di London yang mengkhususkan diri dalam menciptakan cover-art (seni sampul) untuk album musisi dan band rock. Karya-karya mereka termasuk antara lain cover-art Pink Floyd, T. Rex, Pretty Things, Black Sabbath, UFO, 10cc, Bad Company, Led Zeppelin (album Houses of the Holy), AC/DC, Scorpions, Yes (album Going For the One), The Nice (album Elegy), Emerson, Lake & Palmer (album Trilogy), Def Leppard, Paul McCartney & Wings, Alan Parsons Project, Genesis (album "Lamb lies Down On Broadway"), Peter Gabriel, Electric Light Orchestra, The Police, Rainbow, Styx, Pezband, XTC, dan Al Stewart.
Hipgnosis didirikan oleh Storm Thorgerson (sering digelari sebagai "Picasso of Rock and Roll") dan Aubrey Powell dari Cambridge, dan kemudian Peter Christopherson. Kelompok ini bubar pada tahun 1983, sedangkan Thorgerson tetap mengerjakan desain album (dengan mendirikan Stormstudio. Inc) sampai kematiannya pada 18 April 2013. Powell bekerja dalam pembuatan film dan video, terutama dengan Paul McCartney, The Who, dan Monty Python Flying Circus, selain menjadi direktur kreatif untuk Pink Floyd dan anggotanya David Gilmour.
Pendekatan Hipgnosis terhadap desain album sangat berorientasi pada fotografi, dan mereka memelopori penggunaan banyak teknik visual dan kemasan yang inovatif. Secara khusus, foto-foto surealis Thorgerson & Powell yang dimanipulasi secara rumit (memanfaatkan trik darkroom, eksposur ganda, retouching airbrush, dan teknik cut-and-paste secara manual) menjadi pelopor dari yang nantinya akan disebut photoshopping. Hipgnosis terutama menggunakan kamera Hasselblad untuk pekerjaan mereka.
Ciri khas lainnya adalah bahwa banyak dari foto cover mereka menceritakan "kisah" yang terkait langsung dengan lirik album, sering didasarkan pada permainan kata-kata atau makna ganda kata-kata dalam judul album. Karena Powell dan Thorgerson adalah mahasiswa film, mereka sering menggunakan model sebagai "aktor" dan mementaskan foto dengan cara yang sangat teatrikal.
Banyak cover Hipgnosis yang menampilkan teks dan logo tinta disertai ilustrasi khas berteknologi tinggi (seringkali oleh desainer grafis George Hardie), stiker, bagian kemasan dalam album yang mewah, dan bonus lainnya. Salah satu tambahan unik yang diciptakan oleh Hipgnosis adalah bagian dalam yang dicetak secara khusus untuk album LP Led Zeppelin, "In Through the Out Door", yang bergaya "hitam dan putih", dan secara ajaib berubah berwarna ketika dibasahi dengan air (terikat dengan tema fotografi utama) .

Kamis, 30 Agustus 2018

Mufakat Firasat



Buku "Mufakat Firasat" karya Yusuf Maulana

Judul Buku : Mufakat Firasat, Penjelajahan Sejarah bagi Penghikmahan Gerakan Islam
Penulis : Yusuf Maulana
Penerbit : Muda Cendekia, Jawa Barat & Samben Library, Yogyakarta
Tahun Terbit : Maret 2017
Jumlah Halaman : xxxii+428

Mengagumkan meski agak njelimet saat pertama membacanya...:-) Itulah kesan pertama ketika selesai membaca beberapa bab buku “Mufakat Firasat” buah karya ustadz muda Yusuf Maulana. Namun setelah mencermati halaman-halaman selanjutnya... wow, luar biasa!
Mengagumkan karena luasnya materi bahasan yang disandangnya. Bayangkan, penjelajahan pikirnya merentang jauh dari jaman dinasti Abbasiyah hingga jaman Belanda berkuasa di Nusantara, dari Al-Ghazali, Ibn Khaldun sampai Copernicus pun diulas dengan lugas tanpa rasa rikuh.
Saya yang terbiasa membaca buku-buku ilmiah populer, berita-berita koran, majalah, jurnal-jurnal umum maupun penerbitan kampus dengan tulisan-tulisan lugas bertutur atau investigatif, berusaha mengerti dan mengikuti alur tulisannya. Dengan gaya bertutur yang mirip dengan tulisan Goenawan Muhamad (bekas Pemred Majalah TEMPO) dan penggunaan kata-kata atau istilah yang hanya dipahami oleh orang-orang yang sering membuka KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) dan sudah jarang digunakan oleh masyarakat umum sebagaimana yang dilakukan oleh Remy Sylado (Yapi Panda Abdiel Tambayong: penulis novel, bekas pemred Majalah musik Aktuil, dramawan, novelis dan musisi), buku ini akan memuaskan intelektualitas seseorang seiring bertambahnya pengetahuan akibat olah pikir dan olah hati si pembaca. Dan dalam taraf tertentu saya mungkin masih bisa mengerti mengapa sang penulis keukeuh mempertahankan gaya penulisan seperti itu: sepertinya sang penulis berusaha menghormati tradisi kepenulisan ilmiah para sarjana Islam di masa terdahulu yang cenderung sangat ilmiah namun juga puitis. (Ingat buku al-Adwiyat al-Qalbiyyah ("The Remedies of the Heart" atau Pengobatan Hati), sebuah buku Kedokteran karya Ibn Sina/ Avicena yang ditulis dengan gaya sajak!)
Pendalaman materinya mencengangkan mengingat dedahan penjelasnya mencakup paduan pengetahuan-pengetahuan tentang psikologi, etika, biografi tokoh/ kaum, agama, iptek, budaya, politik, ekonomi, pemerintahan untuk membahas adab dan tingkah seseorang atau kelompok pada suatu masa.
Pada akhirnya penjelajahan olah pengetahuan buku ini berujung pada sebuah kata membuat saya takjub setelah menyadarinya: “akhlak”, yang oleh Nabi Muhammad dalam sebuah hadist-nya dianggap sebagai pencapaian puncak seorang beriman (“Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling bagus akhlaknya”. HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi). Saya kira di sinilah hikmah dan makna inti buku ini. Sebagaimana ditulis sendiri oleh penulis ketika membahas tentang Ibn Sina beserta Kita al’Qanun fi al-Tibb:
“Sebab yang dicari seorang Muslim adalah hikmah, bukan idola. Dan hikmah yang dicari harus selaras dengan pedoman hidup kita : quran dan Hadist.” (hal. 181).
Jadi pembaca, saya merasa bahwa sang penulis buku tengah berusaha menawarkan solusi untuk menyelesaikan masalah-masalah di dunia kontemporer ini dengan cara peningkatan adab diri:
“Tempat terindah salah satunya adalah bilik menimba ilmu. Tempat memberadabkan diri hingga menjadi umat Muhammad sejati. Tempat terindah bisa juga bersihnya hati. Bilik hati terbebas dari iri dengki dan kesumat pada orang lain, lebih-lebih sama-sama pengikrar syahadat. Apa yang ada orang lain tak ingin dikurangi sedikit pun agar semata berpindah ke diri ini.” (hal. xviii)
Sebagai penutup, tadi sekilas ketika membaca halaman-halamannya, ingatan saya melayang pada tulisan di buku yang lain; sejilid buku yang mungkin agak kurang dikenal masyarakat. Saya pikir, ada baiknya tulisan tersebut saya kutip di sini. Dari buku yang disusun oleh bp, S.U. Bajasut dan Lukman Hakiem, “Alam Pikiran dan Jejak Perjuangan PRAWOTO MANGKUSASMITO, Ketua Umum (Terakhir) Partai Masyumi”, edisi kedua, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2014, hal. 127:


Buku S.U. Bajasut dan Lukman Hakiem, “Alam Pikiran dan Jejak Perjuangan PRAWOTO MANGKUSASMITO, Ketua Umum (Terakhir) Partai Masyumi”

Jangan Tinggalkan Tuntunan Agama
“Adapun cara-cara yang dipergunakan, dengan tidak hendak memberikan contoh satu per satu, kerap kali menimbulkan pertanyaan kepada orang-orang yang tidak mudah silau karena kemilaunya kemenangan-kemenangan yang bersifat sementara: Zjin wij wel op de geode weg? (Apakah betul kita sudah berada di jalan yang baik?)
Dipandang dari sudut partai politik yang mendasarkan perjuangannya atas kaidah-kaidah agama, perlu kita renungkan kembali apakah benar di dalam mengejar kemenangan-kemenangan yang bersifat sementara itu dapat dipertanggungjawabkan jika ditinggalkan ketentuan-ketentuan yang terang nash-nya di dalam agama? Saya yakin tidak. Jika demikian, kerusakanlah yang akan menjadi bagian kita dan tidak ada guna, malah menyesatkan perkataan agama yang kita tempelkan pada papan nama kita. Gerangan demikian yang diperingatkan oleh pujangga politikus Syekh Muhammad Abduh dengan perkataannya yang bersayap, “La’natullahi ‘ala as-siyasah (Laknat Allah atas politik).”
Marilah kita membuktikan bahwa kita dapat berpolitik dalam arti untuk menegakkan hak dan kebenaran (15 tahun kemudian perkataan “hak dan kebenaran” digunakan kembali oleh Angkatan 1966-SUB) li I’lai kalimatillah (untuk menegakkan keagungan ajaran Allah-Ed.) dalam tiap-tiap tindakan yang dilakukan.”